Kali ini
saya ingin sekali menulis tentang pengalaman saya dalam menentukan sebuah
pilihan dan ketika apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan pilihan itu.
Ketika kita berminat untuk bisa mempunyai A namun yang ada kita mendapatkan B.
Di awal memang sangat tidak nyaman pastinya. Namun ketika kita bisa
menghadapinya dengan pikiran positif tentunya akan ada hal-hal ajaib yang akan
kita temui. Yah, flasback ke pengalaman saya sekitar 3,5 tahun yang lalu. Tepatnya
ketika saya masih berseragam putih abu-abu. Saat itu di SMA saya bukanlah orang
yang pinter namun juga bukan orang yang di bawah rata-rata. Nilai rata-rata
rapor saya juga tidaklah jelek jika dibandingkan dengan nilai rata-rata teman
sekelas. Nah waktu itu berbekal nilai yang lumayan bagus pastinya saya
mempunyai mimpi untuk bisa kuliah di kampus favorit pastinya. Mungkin bisa di
ITB, ITS ataupun IPB. Tidak pernah sekalipun terlintas bagi saya untuk bisa
kuliah di UNEJ. Saya begitu optimis waktu itu bisa kuliah di kampus ungggulan,
khususnya ITB. Wajarlah saya kepingin banget kuliah di sana, soalnya teman
segeng saya pas SMA waktu itu memang bemimpi juga untuk bisa tembus di kampus
dengan logo Gajah itu.
Ketika itu
kebetulan salah satu guru mendapatkan email dari alumni SMA saya yang sudah
lulus dari ITB. Isinya tentang peluang untuk kuliah gratis di ITB selama 4
tahun dengan total nilai beasiswa sebesar 100 juta untuk 8 semester. Untuk
ukuran seorang anak buruh tani seperti saya, angka segitu pastinya sangatlah
besar. Ya saya baca sekilas tentang persyaratannya. Pertama kali saya kurang
antusias untuk aply beasiswa itu. Mungkin karena minder, maklum saya bukanlah
seorang siswa yang brilian dengan IQ genius. Justru waktu itu teman saya yang
mendorong saya untuk ikutan. Seorang siswa teladan di SMA ku yang namanya
sering banget di panggil waktu upacara bendera karena menjuarai lomba-lomba
baik itu tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi. Ya, akhirnya dengan tekad
bulat dan berbekal keyakinan. Bismillah saya berniat untuk mengikutinya.
Persyaratan-persyaratan
yang perlu di lengkapi waktu itu adalah fotokopi nilai raport dari kelas 1
sampai kelas 3 semester ganjil harus di atas 8, alhamdulillah. Berarti saya
bisa aply. Kemudian peserta beasiswa di haruskan membuat esay tentang kondisi
keluarga, dan juga alasan kenapa saya mengikuti beasiswa ini. Saya membuat esay
yang panjang dan dengan kata-kata yang meyakinkan kalau saya pasti bisa
memanfaatkan beasiswa tersebut dengan baik. Intinya saya berusaha untuk meyakinkan
tim penyeleksi bahwa saya pantas lah. Saya buat esay tersebut dengan rapi
kemudian berkas-berkas itu saya kumpulkan dan di masukkan ke map kertas. Saya
ingat sepulang sekolah, saya dan teman-teman yang berminat untuk mendapatkan
Beasiswa ITB Untuk Semua (BIUS) mengirim aplikasi ini ke kantor pos yang ada di
Kecamatan.
Setelah
mengirimkan aplikasi itu saya ikhlas, tawakal kepada Alloh SWT, saya di terima
untuk mengikuti seleksi lanjut atau tidak apa kata Alloh. Setelah beberapa saat
menunggu akhirnya keluarlah pengunguman tentang siapa saja yang lolos seleksi
awal dan berhak untuk mengikuti seleksi akhir di Bandung. Waktu itu saya
mendapatkan info dari teman saya kalau saya tembus dan berhak untuk mengikuti
tes di Bandung. Sebelumnya saya kurang yakin soalnya teman saya yang
berprestasi tidak kena, mana mungkin saya bisa kena. Mungkin salah baca kali
teman saya. Karena penasaran dengan info itu sepulang sekolah saya main ke
warnet untuk mengecek email. Saya merasa surprise waktu tahu nama saya tertulis
di situ. Dari SMA saya ada 4 nama yang mendapatkan undangan untuk bisa tes
langsung ke ITB di Bandung, free biaya, akomodasi dan transportasi di tanggung
sepenuhya oleh panitia. Alhamdulillah, saya sangat senang sekali waktu itu.
Saya menjadi yakin kalau tidak selamanya yang kita pikirkan tentang diri kita
itu benar, Alloh pastinya lebih tahu tentang kemamuan kita, dan Alloh juga maha
kuasa.
Saya
beruntung sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa mengikuti USM ITB
terpusat di Bandung. Gratis pula. Hehe. Waktu itu saya baru tahu kalau di awal
ada sekitar 1700 an pendaftar dan yang lolos seleksi awal untuk mendapatkan
formulir gratis sebanyak 100 siswa. Jadi saya termasuk seseorang yang beruntung
karena termasuk di dalam 100 siswa pilihan itu. Setelah mendapatkan kepastian
itu motivasi saya untuk bisa masuk ke ITB semakin besar, saya merasa ITB sudah
di depan mata. Tingggal selangkah lagi saya bisa masuk ke sana. Saya menjadi
lebih serius untuk belajar, yang awalnya masih agak malas menjadi semakin
rajin. Beberapa buku latihan soal-soal SNMPTN saya lahap habis. Meski banyak
kesulitan, saya berusaha untuk mencari jawaban, baik itu dengan bertanya ke
guru maupun ke teman-teman yang lebih mampu.
Akhirnya
hari keberangkatan ke Bandung itu pun tiba. Saya di antar saudara ke terminal
terdekat untuk nantinya menuju ke Bandara Juanda di Surabaya. Menurut saya perjalanan ini adalah perjalanan
terjauh pertama yang akan saya lakukan, serta pengalaman pertama juga saya akan
menaiki pesawat terbang. Pastinya pengalaman yang seru nantinya. Saya masih
ingat ketika masih di kampung, pesawat adalah hal langka yang jarang saya
temui, so ketika ada pesawat yang melintas di atas rumah-rumah warga desa
anak-anak kecil termasuk saya akan terangsang untuk mencari dan kemudian mengaguminya,
hehe. Dan hari ini saya akan menaikinya,
dari surabaya ke jakarta. Ya, Jakarta dimana tempat gedung-gedung pemerintahan
berada, tempat presiden Republik Indonesia berkantor. Wah, senang banget lah
pokoknya.
Pengalaman
mengikuti tes di Bandung bagi seorang anak kampung seperti saya, merupakan
pengalaman yang sangat asyik. Saya jadi tidak merasa kalau saya akan mengikuti
tes. Justru perasaan saya saat itu, saya sedang mendapatkan tiket jalan-jalan
gratis, mengunjungi Jakarta, naik pesawat terbang, makan-makan di KFC,
Hoka-hoka bento, berkeliling kota Bandung, yang terkenal dengan sebutan Paris
van Java, mengitari kampus teknik tertua di indonesia. ITB. Saya jadi merasa,
saya sudah menjadi mahasiswa ITB saat itu. Ketika melihat kakak-kakak mahasiswa
memakai almamater biru tuanya timbul suatu keyakinan kalau saya nanti juga akan
memakainya.
Setelah 4
hari menjalani tes yang sangat berat saya jadi menyesal, kenapa saya tidak
terlalu serius dulu buat belajar. Soal-soal tes USM itu menurut saya tidak
terlalu susah, namun berupa konsep-konsep dasar. Dan celakanya saya kurang
memahami konsep tersebut. Hmm, saya ikhlas waktu itu. Ya Alloh, saya kepingin
sekali bisa kuliah di ITB. Itu doa yang aku panjatkan tiap saat. Namun
sepertinya takdir berkata lain, yes. Saya gagal. Perasaan kecewa pastinya ada,
bahkan tetangg-tetangga di sekitar rumah mengira kalau aku sudah keterima di
ITB. So, ketika saya tahu saya belum lolos di tes ini perasaan saya campu aduk.
Namun saya belum menyerah, masih ada kesempatan untuk bisa masuk di ITB lagi
malalui jalur SNMPTN. Dan jika saya diterima di ITB lewat jalur SNMPTN, saya
masih bisa mendapatkan beasiswa itu.
Tapi
sepertinya Alloh punya rencana lain buat saya, saya tidak kena di ITB, namun
kena di Universitas Jember. Universitas negeri yang ada di kotaku. Dimana
sebelumnya tidak pernah terlintas sedikitpun saya akan kuliah di kampus ini.
Saya masuk di Jurusan yang sebelumnya tidak pernah juga saya menginginkannya.
Agribisnis. Saya baru tahu setelah saya masuk kalau jurusan itu dulunya bernama
Sosial Ekonomi Pertanian. Saya merasakan kehidupan saya berbalik 180 derajat.
Saya, seorang anak yang ketika SMA sangat hoby mengerjakan soal-soal fisika,
kimia sekarang bisa masuk di jurusan yang isinya tentang pelajaran ekonomi,
sosiologi, manajemen. Saya sempat galau selama satu tahun kenapa saya bisa
masuk di Jurusan ini. Ya Alloh, apakah saya saya salah, kalau saya tidak ikhlas
dengan semua ini.?
Selama satu
semester saya menjalani kuliah ini dengan setengah hati. Satu sisi saya tidak
mau mengecewakan ibu saya, saya mesti mendapatkan nilai yang baik. Namun di
sisi lain, hati saya sebenarnya berontak. Namun perasaan tidak ikhlas itu saya
jadikan cambuk untuk berbuat lebih baik, saya mencoba untuk beradaptasi,
mencoba untuk masuk ke dunia baru ini, namun di lubuk hati yang lain saya masih
menyiapkan diri untuk mengikuti tes SNMPTN lagi di masa mendatang. Ya saya
masih ingin lulus, menginjakkan kaki di ITB. Perjalanan yang berat selama
menjalani kuliah semester pertama di jember, tanpa beasiswa membuat saya harus
pintar-pintar mengatur keuangan. Alhamdulillah, saya mendapatkan pekerjaan
sambilan sebagai operator di pengisian pulsa elektronik. Selama satu sekitar 6
bulan saya bekerja di situ sebelum akhirnya tempat usaha saya gulung tikar.
Setiap hari selama 6 bulan itu saya bekerja mulai jam 4 sore sampai jam 10
malam. Tugas-tugas kuliahpun saya kerjakan di tempat kerja. Untung pemilik
usaha tersebut sangat baik, sehingga saya di ijinkan untuk bekerja sambil
mengerjakan tugas kuliah ketika kerjaan agak senggang.
Saya
beruntung meski saya kuliah sambil bekerja di semester pertama ini saya masih
bisa memperoleh IP cumlaude. Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh. dan saya
juga bisa mengajukan beasiswa di kampus saya. Ketika di semester 3 ada
rekrutmen asisten saya mencoba untuk daftar, dan keterima. Hingga saat ini,
saya sudah di semester 8, dan selama hampir 4 tahun ini saya selalu mendaptkan
beasiswa. Selain itu selama kuliah saya juga tidak perlu untuk mengeluarkan
biaya kos dan makan, sebab saya mendaptkan tempat tinggal gratis di rumah
seorang nenek. Dari pengalaman yang saya alami ini, saya menjadi yakin kalau
Alloh yang paling tahu mana yang terbaik buat hambanya. Dan semua yang terjadi
kepada kita itu tidak ada yang terjadi secara spontan, tanpa campur tangan
Alloh. Alloh tahu semuanya. Dari situ saya semakin mantap untuk menyelesaikan
kuliah saya, sebab saya yakin ITB bukanlah yang terbaik buat saya, namun UNEJ
lah yang terbaik.